Selasa, 21 Juni 2011

HIPERTYROID DALAM KEHAMILAN

A. Pendahuluan

Kelainan tiroid merupakan kelainan endokrin tersering kedua yang ditemukan selama kehamilan. Berbagai perubahan hormonal dan metabolik terjadi selama kehamilan, menyebabkan perubahan kompleks pada fungsi tiroid maternal. Hipertiroid adalah kelainan yang terjadi ketika kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid yang berlebihan dari kebutuhan tubuh. Wanita hamil dengan eutiroid memunculkan beberapa tanda tidak spesifik yang mirip dengan disfungsi tiroid sehingga diagnosis klinis sulit ditegakkan. Sebagai contoh, wanita hamil dengan eutiroid dapat menunjukkan keadaan hiperdinamik seperti peningkatan curah jantung, takikardi ringan, dan tekanan nadi yang melebar, suatu tanda-tanda yang dapat dihubungkan dengan keadaan hipertiroid.
Disfungsi tiroid autoimun umumnya menyebabkan hipertiroidisme dan hipotiroidisme pada wanita hamil. Kelainan endokrin ini sering terjadi pada wanita muda dan dapat mempersulit kehamilan, demikian pula sebaliknya. Penyakit Graves terjadi sekitar lebih dari 85 % dari semua kasus hipertiroid, dimana Tiroiditis Hashimoto adalah yang paling sering untuk kasus hipotiroidisme. Tiroiditis postpartum adalah penyakit tiroid autoimun yang terjadi selama tahun pertama setelah melahirkan. Penyakit ini memberikan gejala tirotoksikosis transien yang diikuti dengan hipotiroidisme yang biasanya terjadi pada 8-10% wanita setelah bersalin.

B. Anatomi dan Fisiologi Tiroid

Kelenjar tiroid terdiri dari lobus kanan dan kiri dimana kedua lobus tersebut dihubungkan oleh istmus. Kelenjar ini terdapat pada bagian inferior trakea dan beratnya diperkirakan 15-20 gram. Lobus kanan bisasanya lebih besar dan lebih vascular dibandingkan lobus kiri. Kelenjar ini kaya akan pembuluh darah dengan aliran darah 4-6 ml/menit/gram. Pada keadaaan hipertiroid, aliran darah dapat meningkat sampai 1 liter/menit/gram sehingga dapat didengar menggunakan stetoskop yang disebut bruit.Kelenjar tiroid mendapatkan persarafan adrenergik dan kolinergik yang berasal dari ganglia servikal dan saraf vagus. Kedua system saraf ini mempengaruhi aliran darah pada kelenjar tiroid yang akan mempengaruhi fungsi kelenjar tiroid seperti TSH dan iodid. Selain itu, serabut saraf adrenergik mencapai daerah folikel sehingga persarafan adrenergik diduga mempengaruhi fungsi kelenjar tiroid secara langsung. Folikel atau acini yang berisi koloid merupakan unit fungsional kelenjar tiroid. Dinding folikel dilapisi oleh sel kuboid yang merupakan sel tiroid dengan ukuran bervariasi tergantung dari tingkat stimulasi pada kelenjar. Sel akan berbentuk kolumner bila dalam keadaaan aktif, dan berbentuk kuboid bila dalam keadaan tidak aktif. Setiap 20-40 folikel dibatasi oleh jaringan ikat yang disebut septa yang akan membentuk lobulus. Di sekitar folikel terdapat sel parafolikuler atau sel C yang menghasilkan hormon kalsitonin. Di dalam lumen folikel, terdapat koloid dimana tiroglobulin yang merupakan suatu glikoprotein yang dihasilkan oleh sel tiroid yang akan disimpan.

Kelenjar tiroid memelihara tingkat metabolisme dari sebagian besar sel dalam tubuh dengan menghasilkan dua hormon tiroid di dalam sel folikelnya, yaitu triiodothyronin (T3) dan tetraiodohyronin (T4) atau tirosin. Iodin (I2) memilki berat atom sebesar 127 dan berat molekulnya 254. T4 memilki berat molekul sebesar 777 Dalton yang 508 didalamya merupakan iodida. Hormon tiroid sangat penting dalam perkembangan saraf normal, pertumbuhan tulang, dan pematangan seksual. Sel parafolikel yang disebut sel C berada di dekat sel folikuler yang menghasilkan suatu hormon polipeptida, kalsitonin.
Pada orang dewasa, hormon tiroid disintesis di kelenjar tiroid melalui beberapa tahap, yaitu :
1. Iodin (I2) yang direduksi menjadi iodide (I) di lambung dan usus cepat diabsorbsi dan beredar dalam sirkulasi dalam bentuk iodide.
2. Sel folikuler pada kelenjar tiroid membentuk iodide trap yang dibawa ke sel melalui gradien elektrokimia.
3. Retikulum endoplasma kasar mensintesis molekul besar yang disebut tiroglobulin.. Iodida-tiroglobulin bebas diangkut dalam bentuk vesikel ke membran apikal,dimana vesikel tersebut kemudian berfusi dengan membran dan akhirnya melepaskan tiroglobulin pada membran apikal
4. Pada membran apikal, iodida yang teroksidasi berikatan dengan unit tirosin (Ltyrosine) dalam tiroglobulin pada satu atau dua posisi, membentuk prekursor hormon monoiodotyrosine (MIT) dan diiodotyrosine (DIT).
5. Setiap molekul tiroglobulin bisa mengandung sampai 4 residu T4 dan nol hingga satu T3. Tiroglobulin disimpan kembali ke dalam sel folikuler sebagai droplet koloid melalui proses pinositosis.
6. Lisosom eksopeptidase mengancurkan ikatan antara tiroglobulin dan T4 (atau T3). Sebagian besar (80%) T4 dilepaskan ke kapiler darah dan hanya sejumlah kecil (20%) T3 disekresi dari kelenjar tiroid.
7. Proteolisis tiroglobulin juga melepaskan monoiodotyrosine (MIT) dan diiodotyrosine (DIT). Molekul-molekul ini dideiodinasi oleh enzim deiodinase sehingga iododa dapat digunakan kembali untuk membentuk T4 atau T3.Normalnya, hanya beberapa molekul tiroglobulin utuh yang meninggalkan sel folikuler.
8. TSH merangsang hampir semua proses yang melibatkan sintesis dan sekresi hormon tiroid.
Aksis hipotalamus-hipofisis-tiroid mengatur fungsi kelenjar tiroid dan pertumbuhan. Produksi dan pelepasan hormon tiroid diatur oleh thyroid-releasing hormone (TRH) dari hipotalamus. TRH mencapai hipofisis anterior melalui sistem portal, dimana sel tirotropik dirangsang untuk menghasilkan thyroid-stimulating hormone (TSH) atau thyrotropin. TSH dilepaskan ke aliran darah sistemik kemudian dibawa sampai ke kelenjar tiroid. Di sini, TSH merangsang pengambilan iodida, dan semua proses yang mendorong pembentukan dan pelepasan T4 dan T3. TSH mengaktifasi adenilsiklase yang berbatasan dengan membran sel folikel dan meningkatkan kerja cAMP. T3 memiliki efek inhibisi kuat terhadap sekresi TRH. Hampir semua T3 dalam sirkulasi berasal dari T4. TSH juga merangsang konversi T4 menjadi T3 yang secara biologis lebih aktif. Sebagian besar hormon tiroid terikat pada protein plasma agar hormon tersebut terlindungi selama diangkut. Terdapat keseimbangan antara hormon yang terikat protein dengan hormon yang bebas. Hormon tiroid larut dalam lemak dan dapat dengan mudah melintasi membran sel melalui proses difusi.
Di dalam darah, tubuh kita hanya memiliki sejumlah kecil thyroxine-binding globulin (TBG) sekitar 10 mg/L, tetapi afinitasnya terhadap T4 sangat tinggi. T4 total sekitar 10-7 mol/L setara dengan 77,7 μg/L serum darah, karena 777 gram T4 sama dengan 1 mol dari total. Kurang lebih 70% dari T4 dan T3 berikatan pada TBG, dan sisanya terikat pada thyroxine-binding albumin (TBA) dan transthyrenin. Estrogen merangsang sintesis TBG. Hormon T3 dieliminasi dengan cepat (waktu paruhnya 24 jam), karena memiliki derajat terendah terhadap pengikatan protein. Molekul tiroksin(T4) memiliki waktu paruh biologis sekitar 7 hari, hampir setara dengan waktu paruh isotop radioaktif I131 (8 hari).Hormon tiroid adalah molekul yang larut lemak dan dapat melewati membran sel dengan mudah. T3 berikatan pada protein reseptor nuklear dengan sebuah afinitas sepuluh kali lipat dibandingkan T4. Informasi tersebut mengubah transkripsi DNA menjadi mRNA, dan akhirnya diterjemahkan ke dalam banyak protein efektor. Satu tipe protein reseptor tiroid terikat pada elemen pengatur tiroid dalam gen sel target. Susunan seluler penting yang dirangsang oleh T3 : mitokondria, pompa Na+-K+,myosin ATPase, reseptor β adrenergik, banyak sistem enzim dan protein untuk pertumbuhan dan pematangan termasuk perkembangan sistem saraf pusat. Hormon tiroid merangsang konsumsi oksigen pada hampir semua sel. Hormon tiroid merangsang kecepatan dari (1) pengeluaran glukosa hati dan utilisasi glukosa perifer, (2) metabolisme asam lemak, kolesterol, dan trigliserida hati, (3)sintesis protein penting (pompa Na+-K+, enzim pernapasan, eritropoietin, reseptor β adrenergik, hormon seksual, faktor pertumbuhan, dll), (4) absorpsi karbohidrat di usus dan ekskresi kolesterol, dan (5) pengaturan fungsi reproduksi.

C. Fisiologi Tiroid dalam Kehamilan
Hormon tiroid tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) disintesis di dalam folikel tiroid. Tiroid-stimulating hormone (TSH) merangsang sintesis dan pelepasan T3 dan T4, yang sebelumnya didahului dengan pengambilan iodide yang penting untuk sintesis hormon tiroid. Walaupun T4 disintesis dalam jumlah yang lebih besar, namun di jaringan perifer T4 dikonversi menjadi T3 yang lebih poten melalui proses deiodinasi. Selama kehamilan normal kadar tiroid binding globulin (TBG) dalam sirkulasi meningkat dan juga akhirnya T3 dan T4 ikut meningkat.


Hormon tiroid sangat penting untuk perkembangan otak bayi dan sistem saraf. Selama trimester pertama kehamilan, fetus bergantung pada ibu untuk menyediakan hormon tiroid melalui plasenta karena fetus tidak dapat menghasilkan hormon tiroid sendiri sampai trimester kedua. Pada minggu ke-10-12, kelenjar tiroid fetus mulai berfungsi namun fetus tetap membutuhkan iodin dari ibu untuk menghasilkan hormon tiroid. Selama trimester kedua dan ketiga, hormon tiroid disediakan oleh ibu dan fetus, namun lebih banyak oleh ibu. Selama kehamilan, fungsi kelenjar tiroid maternal bergantung pada tiga faktor independen namun saling terikat, yaitu (a) peningkatan konsentrasi hCG yang merangsang kelenjar tiroid, (b) peningkatan ekskresi iodide urin yang signifikan sehingga menurunkan konsentrasi iodin plasma, dan (c) peningkatan thyroxine-binding globulin (TBG) selama trimester pertama, menyebabkan peningkatan ikatan hormone tiroksin. Pada akhirnya, faktor-faktor ini bertanggung jawab terhadap peningkatan kebutuhan tiroid.

a. Human Chorionic Gonadotropin (hCG)
Seperti yang disebutkan di atas, human chorionic gonadotropin (hCG) merupakan hormon peptid yang bertanggung jawab untuk produksi progesteron dalam konsentrasi yang adekuat pada awal kehamilan, sampai produksi progesteron diambil alih oleh plasenta yang sedang berkembang. Konsentrasi hCG meningkat secara dramatis selama trimester pertama kehamilan dan menurun secara bertahap setelahnya. Secara struktural, peptide hCG terdiri atas dua rantai, sebuah rantai α dan rantai β, dimana rantai α dari hCG identik dengan struktur yang membentuk TSH. Struktur yang homolog ini menjadikan hCG mampu merangsang kelenjar tiroid untuk menghasilkan hormon tiroid, namun tidak sekuat TSH.

Kadar TSH turun selama kehamilan trimester pertama, berbanding dengan peningkatan hCG Walaupun hCG sebagai stimulan kelenjar tiroid, konsentrasi hormon tiroid bebas (tidak terikat) pada umumnya dalam batas normal atau hanya sedikit di atas normal selama trimester pertama. Efek perangsangan dari hCG pada kehamilan normal tidak signifikan dan normalnya ditemukan pada pertengahan awal kehamilan. Pada awal minggu ke-12 atau pada kondisi patologis tertentu, termasuk hipermesis gravidarum dan tumor trofoblastik, konsentrasi hCG mencapai kadar maksimal yang akan menginduksi keadaan hipertiroid dimana kadar tiroksin bebas meningkat dan kadar TSH ditekan.

b. Ekskresi Iodin Selama Kehamilan

Konsentrasi iodine plasma mengalami penurunan selama kehamilan, akibat peningkatan filtrasi glomerulus (GFR). Peningkatan GFR menyebabkan meningkatnya pengeluaran iodine lewat ginjal yang berlangsung pada awal kehamilan. Ini merupakan faktor penyebab turunnya konsentrasi iodine dalam plasma selama kehamilan. Kompensasi dari kelenjar tiroid dengan pembesaran dan peningkatan klirens iodin plasma menghasilkan hormon tiroid yang cukup untuk mempertahankan keadaan eutiorid. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa pembesaran kelenjar tiroid adalah hal yang fisiologis, merupakan kompensasi adaptasi terhadap peningkatan kebutuhan iodin yang berhubungan dengan kehamilan.

c.Thyroxine Binding Globulin

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, peningkatan TBG menyebabkan peningkatan ikatan tiroksin, yang merupakan faktor ketiga yang mempengaruhi fungsi tiroid selama kehamilan. Hormon tiroid dalam serum diangkut oleh tiga protein, yaitu thyroxine binding globulin (TBG), albumin, dan thyroxine binding prealbumin (TBPA) atau transtiretin. Dari ketiga protein tersebut, TBG memiliki afinitas yang lebih tinggi terhadap tiroksin. Pada pasien tidak hamil, sekitar 2/3 dari hormon tiroksin diikat oleh TBG. Pada kehamilan normal, terjadi peningkatan dari konsentrasi TBG sekitar dua kali lipat dari normal selama kehamilan sampai 6-12 bulan setelah bersalin. Hal ini menggambarkan peningkatan kadar hormon tiroksin total (TT4) pada semua wanita hamil, namun kadar tiroksin bebas (FT4) dan indeks tiroksin total (FTI) normal. Untuk menjamin kestabilan kadar hormon bebas, mekanisme umpan balik merangsang pelepasan TSH yang bekerja untuk meningkatkanpengeluaran hormon dan menjaga kestabilan hemostasis kadar hormon bebas. Peningkatan konsentrasi TBG merupakan efek langsung dari meningkatnya kadar estrogen selama kehamilan.

Estrogen merangsang peningkatan sintesis TBG, memperpanjang waktu paruh dalam sirkulasi, dan menyebabkan peningkatan konsentrasi TBG serum. Estrogen juga merangsang hati untuk mensintesis TBG dan menyebabkan penurunan kapasitas TBPA. Pada akhirnya, proporsi hormon tiroksin dalam sirkulasi yang berikatan dengan TBG meningkat selama kehamilan, dan dapat mencapai 75%. Kadangkala perubahan hormonal ini dapat membuat pemeriksaan fungsi tiroid selama kehamilan sulit diinterpretasikan.

KELENJAR tiroid atau kelenjar gondok terletak di leher bagian depan yang berfungsi mengatur metabolisme tubuh dan bertanggung jawab atas normalnya kerja setiap sel tubuh.
kelenjar tiroid ini memproduksi hormon yang disebut hormon tiroksin, dimana yodium merupakan unsur penting hormon tersebut. Pada orang yang kekurangan yodium ini kelenjar tiroid bekerja sangat aktif sehingga membesar dan mudah terlihat menonjol. Inilah yang disebut gondok.

"Penyakit kelenjar tiroid ini termasuk penyakit yang sering ditemukan di masyarakat, merupakan penyakit endokrin kedua terbanyak terbanyak setelah penyakit kencing manis (Diabetes Melitus). Wanita lebih banyak terkena penyakit ini dibanding pria."

Untuk mengetahui keadaan kelenjar tiroid ini, bisa dilakukan dengan pemeriksaan darah di laboratorium.

"Hampir semua penyakit kelenjar tiroid dapat disembuhkan termasuk kanker tiroid. Jika kita melakukan deteksi dini dan diobati dengan tepat pasti penyakit ini akan sembuh".
Saat ini di masyarakat sering terdapat pemahaman yang keliru tentang penyakit tiroid khususnya penyakit hipertiroid yang disebut penyakit graves pada wanita hamil. Wanita hamil yang menderita hipertiroid tidak diperbolehkan makan obat tiroid sama sekali.
Sebenarnya dengan penanganan dan pengawasan ahli medis bisa diatur agar orang dengan hipertiroid hamil dengan aman.
"Wanita yang menderita hipertiroid, kesuburannya dapat terganggu karena siklus menstruasi yang panjang tidak melepas telur dari ovarium. Bila sudah terjadi pembuahan perkembangan janin terganggu atau dapat terjadi keguguran (abortus). Keadaan ini dapat dicegah dengan obat-obatan anti tiroid".
"Bila hipertiroid tidak diobati secara adekuat (berkelanjutan) dapat menyebabkan abortus, sebaliknya pengobatan yang berlebihan menyebabkan janin menderita gondok, persalinan menjadi sulit dan perkembangan otak janin bisa terganggu". Oleh karena itu, obat yang akan diberikan sangat hati-hati, berikan dosis serendah mungkin yang dapat menormalkan kadar hormon tiroid. Walaupun ibu masih menyusui, dia tetap akan diperbolehkan untuk minum obat anti tiroid. Karena ekskresi pada air susu (ASI red) sangat sedikit sehingga tidak berdampak pada bayi.

Gejala tiroid hiperaktif (hipertiroid), antara lain berat badan menurun, banyak keringat, emosional, berdebar, gemetar, mata melotot dan kelenjar gondok membesar". Golongan wanita yang perlu diwaspadai atau dilakukan skrining adalah mereka yang memiliki riwayat hipertiroid atau hipotiroid, struma, diabetes melitus tipe 1, kelainan autoimun, riwayat radiasi daerah leher dan kepala, riwayat keguguran, riwayat melahirkan bayi prematur, infertilitas, dan perempuan dengan gejala gangguan tiroid.
Pada ibu hamil penderita hipertiroid, yang perlu diperhatikan adalah gejala hipertiroid yang
menyerupai kondisi ibu hamil, seperti banyak berkeringat, tremor/gemetar, serta takikardi (jantung berdetak cepat). Keserupaan ini dapat menyebabkan tidak terdeteksinya gejala hipertiroid karena penderita ataupun dokternya menyangka gejala tersebut adalah normal dalam kehamilan. Pada ibu hamil, gejala itu dapat dimaklumi karena saat hamil metabolisme tubuh cenderung meningkat yang dapat menyebabkan timbulnya gejala tersebut. Namun pada ibu hamil dengan hipertiroid, gejala seperti itu harus diberi perhatian lebih karena gejala tersebut timbul akibat hormon tiroid yang sedang meningkat.

Cara mendiagnosa untuk memastikan gejala-gejala di atas akibat hipertiroid dokter akan melakukan pemeriksaan di laboratorium.

Pengobatan, selain dengan obat-obatan anti tiroid, mau tidak mau harus dioperasi atau dengan memberikan yodium dalam jumlah tertentu.

Kewaspadaan juga perlu diberikan pada konsumsi obat anti tiroid karena dosis yang berlebih dapat menimbulkan kondisi hipotiroid yang berbahaya bagi janin. Itu disebabkan antitiroid sebagian akan terbawa ke plasenta sehingga kadar hormon tiroid janin cenderung lebih rendah dari kadar normal. Hal ini akan berdampak pada perkembangan janin. Bayi bisa saja lahir normal dan sehat tapi pada perkembangannya terdeteksi gangguan pada pertumbuhan otak. Gangguan ini dapat mempengaruhi kecerdasan anak nantinya. Karena itu, konsumsi obat antitiroid harus berdasarkan instruksi dokter.

Beda lagi bila ibu hamil dengan hipotiroid biasanya akan melewati tahap pengobatan tersendiri sehingga bila terjadi kehamilan maka harus terus minum tiroid. Selama kadar hormon terkontrol, bayi tidak akan ada masalah. Intinya, pastikan kadar hormon selalu terkontrol baik pada hipertiroid maupun hipotiroid.

Pemeriksaan hormon dilakukan melalui cek laboratorium, sementara perkembangan janin dapat dilihat melalui ultrasonografi (USG) dengan memperhatikan apakah pertumbuhan janin sesuai dengan grafik. Jika penyakit tidak terkonrol maka mengakibatkan terjadinya keguguran, perkembangan janin terhambat, terlepasnya ari-ari (plasenta) dari dinding rahim dan yang paling fatal dapat menyebabkan janin meninggal dalam kandungan.

Rata-rata obat penyakit tiroid tidak berbahaya bagi kehamilan. obat yang biasa diberi sudah dipastikan aman. Efek pada janin jauh lebih berat akibat penyakit tiroid dibandingkan dengan efek dari obat untuk penyakit tiroid yang diminum oleh ibu hamil. Jika selama hamil penderita tidak minum obat maka yang terjadi adalah adanya berbagai gangguan pada kehamilan.

Hipotiroid pada masa kehamilan dapat menyebabkan bayi juga menjadi hipotiroid saat perkembangan otaknya sehingga bayi mengalami keterlambatan perkembangan kecerdasan. Selain itu, hipotiroid pada ibu hamil dapat meningkatkan risiko keguguran atau kelahiran prematur dan menyebabkan anemia, gagal jantung, preeklampsia, kelainan plasenta, dan perdarahan setelah melahirkan.

Hipertiroid yang tidak terkontrol pada masa kehamilan dapat menyebabkan ibu hamil menderita tekanan darah tinggi dan beresiko tinggi mengalami masalah jantung, mengalami keguguran atau melahirkan prematur sedangkan pada bayi dapat menyebabkan berat lahir rendah.

Iodium radioaktif dilarang untuk ibu hamil karena dapat melewati plasenta, merusak tiroid bayi dan menyebabkan hipotiroid permanen. Obat anti tiroid juga dapat melewati plasenta namun telah diuji keamanannya dalam beberapa penelitian mutakhir.

Peradangan tiroid (Postpartum thyroiditis=PPT) dapat terjadi pada 7% wanita selama tahun pertama setelah melahirkan. Hal ini tidak berhubungan dengan proses atau cara mengedan. PPT diawali dengan fase hipertiroid yang seringkali menghilang tanpa terapi setelah beberapa minggu atau bulan dan fungsi tiroid kembali normal. Fase ini merusak kelenjar tiroid dan fase hipotiroid dimulai. Sekitar 30% wanita yang mengalami PPT akan menjadi hipotiroid dalam sepuluh tahun berikutnya.

Wanita dengan penyakit tiroid boleh hamil jika telah didiagnosa dari awal sebelum kehamilan dan mendapatkan terapi atau pengobatan yang tepat dan periksa atau kontrol teratur ke dokter untuk mempertahankan kadar hormon tiroid dalam darahnya tetap normal sebelum maupun selama hamil. Misalnya peningkatan dosis obat sebelum sebelum dan selama hamil serta penurunan dosis setelah melahirkan disesuaikan dengan hasil pemeriksaan TSH berkala. Selama hamil dan menyusui, WHO merekomendasikan pasien untuk makan iodium sebanyak 200 mikro gram setiap hari.

Jumat, 10 Juni 2011

MAKALAH MELAKSANAKAN ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU DENGAN KOMPLIKASI, KELAINAN PADA KALA III DAN IV DENGAN KASUS INVERSIO UTERI


DASAR TEORI
INVERSIO UTERI


Di negara-negara miskin dan sedang berkembang, kematian maternal merupakan masalah besar namun sejumlah kematian yang cukup besar tidak dilaporkan dan tidak tercatat dalam statistik resmi. Tingkat kematian maternal di negara-negara maju berkisar antara 5 – 10 per 100.000 kelahiran penduduk, sedangkan di Indonesia diperkirakan sekitar 450 per 100.000 kelahiran hidup.
Penyebab kematian maternal cukup kompleks, salah satunya adalah terjadinya perdarahan post partum . Perdarahan post partum adalah sebab penting kematian ibu : ¼ dari kematian ibu yang disebabkan oleh perdarahan (perdarahan post partum, plasenta previa, solutio plasenta, kehamilan ektopik, abortus dan ruptur uteri) disebabkan oleh perdarahan post partum . Yang termasuk etiologi perdarahan post partum adalah atonia uteri, retensio plasenta, trauma jalan lahir, inversio uteri, ruptur uteri dan gangguan sistem pembekuan darah .
Inversio Uteri merupakan kejadian yang sangat jarang terjadi yaitu berkisar antara 1 : 2000 s/d 20.000 kehamilan namun dengan cepat dapat menyebabkan mortalitas maternal. Ini adalah merupakan komplikasi kala III persalinan yang sangat ekstrem     ,biasanya yang terjadi adalah syok yang berat .

I.                   DEFINISI
Inversio uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau seluruhnya masuk ke dalam kavum uteri.
Inversio Uteri terjadi dalam beberapa tingkatan, mulai dari bentuk ekstrem berupa terbaliknya terus sehingga bagian dalam fundus uteri keluar melalui servik dan berada diluar seluruhnya.


II.               KLASIFIKASI
Inversio uteri dibagi atas :
(1). Inversio uteri ringan
Fundus uteri terbalik menonjol dalam kavum uteri, namun belum keluar dari ruang rongga rahim.
(2). Inversio uteri sedang
Fundus uteri terbalik dan sudah masuk dalam vagina.
(3). Inversio uteri berat
Uterus dan vagina semuanya terbalik dan sebagian sudah keluar vagina.

Ada pula beberapa pendapat membagi inversio uteri menjadi :
(1). Inversio inkomplit
Yaitu jika hanya fundus uteri menekuk ke dalam dan tidak keluar ostium uteri atau serviks uteri.
(2). Inversio komplit
Seluruh uterus terbalik keluar, menonjol keluar serviks uteri.


III.           ETIOLOGI
Faktor yang memudahkan terjadinya inversion uteri adalah:
·         uterus yang lembek
·         lemah
·          tipis dindingnya .

Penyebab inversio uteri adalah:
·         secara spontan:
» grandemultipara
» atonia uteri
» kelemahan alat kandungan (tonus otot rahim yang lemah, kanalis servikalis  
   yang longgar)
» tekanan intra abdominal yang tinggi (misalnya mengejan dan batuk) ,

·         karena tindakan:
 » perasat Crede yang berlebihan
 » tarikan tali pusat
 » manual plasenta yang dipaksakan, apalagi bila ada perlekatan plasenta pada  
    dinding rahim.

   
              

Akibat traksi talipusat dengan plasenta yang berimplantasi dibagian fundus uteri dan dilakukan dengan tenaga berlebihan dan diluar kontraksi uterus akan menyebabkan inversio uteri

IV.           GEJALA KLINIS
Gejala-gejala inversio uteri pada permulaan tidak selalu jelas yang dijumpai pada kala III persalinan atau post partum. Akan tetapi, apabila kelainan itu sejak awalnya timbul dengan cepat maka:
·         rasa nyeri yang hebat dan dapat menimbulkan syok. Rasa nyeri yang hebat tersebut disebabkan karena fundus uteri menarik adneksa serta ligamentum infundibulopelvikum dan ligamentum rotundum kanan dan kiri ke dalam terowongan inversio sehingga terjadi tarikan yang kuat pada peritoneum parietal.

·         Perdarahan yang banyak akibat dari plasenta yang masih melekat pada uterus, hal ini dapat juga berakibat syok .
» Pemeriksaan luar pada palpasi abdomen
·         fundus uteri sama sekali tidak teraba atau teraba lekukan pada fundus seperti kawah. Kadang-kadang tampak seperti sebuah tumor yang merah di luar vulva, hal ini ialah fundus uteri yang terbalik.
» Pada pemeriksaan dalam
·         bila masih inkomplit, maka pada daerah simfisis uterus teraba fundus uteri cekung ke dalam
·          bila sudah komplit, di atas simfisis teraba kosong dan dalam vagina teraba tumor lunak; atau kavum uteri sudah tidak ada (terbalik) .

V.               KRITERIA DIAGNOSIS
Diagnosis tidak sukar dibuat jika mengetahui kemungkinan terjadinya inversio uteri. Pada penderita dengan syok, perdarahan, dan fundus uteri tidak ditemukan pada tempat yang lazim pada kala III atau setelah persalinan selesai, pemeriksaan dalam dapat menunjukkan tumor yang lunak di atas serviks uteri atau dalam vagina, sehingga diagnosis inversio uteri dapat dibuat .
VI. DIAGNOSA BANDING
(1). Mioma uteri submukosum
Mioma uteri submukosum yang lahir dalam vagina, tapi fundus uteri ditemukan dalam bentuk dan pada tempat biasa, konsistensi mioma lebih keras daripada korpus uteri setelah persalinan.
(2). Syok post partum oleh karena penyebab yang lain.
VI.           PENATALAKSANAAN

·         Dalam memimpin persalinan harus dijaga kemungkinan terjadinya inversio uteri. Tarikan pada tali pusat sebelum plasenta benar-benar lepas sebaiknya tidak dilakukan apabila dicoba melakukan perasat Crede harus diindahkan sepenuhnya syarat-syaratnya. Pendorongan rahim juga tidak dibenarkan.

·         Apabila terjadi inversio uteri dengan gejala-gejala syok, yang pertama dilakukan adalah:
Ø  memperbaiki keadaan umumnya, dengan memberikan oksigen, infus intravena cairan elektrolit dan transfusi darah.
Ø  Segera sesudah itu dilakukan reposisi dengan anestesi umum. Caranya yaitu dengan memasukkan satu tangan seluruhnya ke dalam vagina sedangkan jari-jari tangan dimasukkan ke dalam kavum uteri melalui serviks uteri, telapak tangan menekan korpus perlahan-lahan tetapi terus menerus ke arah atas agak ke depan sampai korpus uteri melewati serviks dan inversio ditiadakan.
Reposisi Inversio Uteri.

( a ) Inversio uteri total ( b ) Reposisi uterus melalui servik. ( c ) Restitusi uterus


Ø  Setelah reposisi berhasil, tangan dalam harus tetap didalam dan menekan fundus uteri. Berikan oksitosin dan setelah terjadi kontraksi , tangan dalam boleh dikeluarkan perlahan agar inversio uteri tidak berulang.
·         Apabila reposisi pervaginam gagal, selanjutnya dapat dilakukan tindakan pembedahan.

          
       



VII.        PROGNOSIS
Prognosis inversio uteri dipengaruhi oleh kecepatan penanganan, makin lambat keadaan ini diketahui dan diobat maka makin buruk prognosanya .

VIII.    PERAWATAN PASCA TINDAKAN

1. Jika inversi sudah diperbaiki, berikan infus oksitoksin 20 unit dalam 500 ml IV (Nacl 0,9 % atau Ringer Lactat) 10 tetes/menit :
a. Jika dicurigai terjadi perdarahan, berikan infus sampai dengan 60 tetes permenit.
b. Jika kontraksi uterus kurang baik, berikan ergometrin 0,2 mg atau prestaglandin
2. Berikan Antibiotika proflaksis dosis tunggal :
a. Ampisilin 2 gr IV dan metronidazol 500mg IV
b. Sefazolin 1 gr IV dan metranidazol 500 mg IV
3. Lakukan perawatan pasca bedah jika dilakukan koreksi kombinasi abdominal vaginal
4. Jika ada tanda infeksi berikan antibiotika kombinasi sampai pasien bebas demam 48 jam :
a. Ampisilin 2 gr IV tiap 6 jam
b. Gestamin 5 mg/kg berat badan IV setiap 24 jam
c. Metranidazol 500mg IV setiap 8 jam
5. Berikan analgesik jika perlu














DAFTAR PUSTAKA



dr.Bambang Widjanarko, SpOG Fak.Kedokteran & Kesehatan UMJ JAKARTA http://reproduksiumj.blogspot.com/2009/09/inversio-uteri.html

Abdul Bari Saifudin, Buku panduan praktis pelayanan kes. Materi Neonatal

Wiknjosastro, H., Inversio Uteri, Ilmu Kebidanan, hal 22-24 dan hal 660-662, Ilmu Kebidanan Fakultas Kedokteran UI, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono, Prawirohardjo, 1997.

Sastrawinata, R.S., Inversio Uteri, Obstetri Patologi, hal 238-242, Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran UNDIP, Bandung, 1984.

Mansjoer Arif et.al., Perdarahan Pasca Persalinan, Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Kapita Selekta, Edisi 3, Jilid I, hal 313, Medik Aesculapius, Jakarta, 1999.